Langsung ke konten utama

Kebijakan pelonggaran PSBB dan Geliat Ekonomi Sepeda


Oleh: Baderi

Kebijakan pelonggaran PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dengan pendekatan “masa transisi” diharapkan menjadi stimulus menggeliatnya perekonomian.  Kebijakan PSBB berdampak besar pada perekonomian, dimana ada tekanan pada sisi suply dan sekaligus sisi demand.

Pada sisi suply, ada hambatan pada produksi karena tenaga kerja yang menggerakannya dilarang melakukan aktifitas selama beberapa waktu untuk memutus rantai penularan covid19. Banyak pelaku usaha yang menghentikan produksinya untuk beberapa waktu hingga PSBB dihentikan. Banyak mall ditutup, toko, restauran, tempat hiburan, yang ada didalannya juga turut tutup. Demikian juga toko, restaurant, tempat hiburan, hotel, jasa perbaikan dipunggir jalan maupun tempat juga banyak yang tutup.

Pada sisi demand, ada hambatan pada konsumsi masyarakat karena cenderang mengerem komsumsinya terhadap kebutuhan sekunder apalagi kebutuhan tersier. Masyarakat berperilaku selektif dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Masyarakat cenderung fokus pada konsumsi kebutuhan primer khususnya sembako. Konsumsi sandang dan papan yang meskipun termasuk primer, nyatanya sangat menurun. Pedagang pakaian di Tanah Abang menceritakan dan mengeluhkan turunnya permintaan pakaian sepanjang Bulan Ramadhan hingga Lebaran.

Perusahaan-perusahaan besar sangat terdampak dalam kondisi seperti ini. Hal yang sama dialami Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Bagi UMKM yang menjual ulang (reseller) barang-barang produksi juga terdampak. Sementara, UMKM baru mulai bermunculan secara sporadis.

Perilaku masyarakat akar rumput, rupanya cukup kreatif menjual apapun yang bisa dijual. Dalam skala kelurahan ada saja yang membuat pasar online yang terhimpun dalan grup Whatsapps. Yang tidak biasa menjual mulai coba-coba menjual, karena ada kampanye membeli produk dan jasa tetangga.

Disisi lain, ada yang luput dari perkiraan masyarakat bahkan para pengamat ekonomi sekalipun yaitu meningkatnya permintaan masyarakat terhadap SEPEDA.

Sejak adanya pelonggaran kebijakan PSBB, ternyata masyarakat memiliki pemikiran yang relatif sama yaitu bersepeda untuk menjaga kesehatan. Pilihan ini ternyata begitu masif, meskipun tidak terstruktur dan tidak terencana. Meskipun sporadis, para pesepeda menyasar lokasi yang relatif sama yaitu lokasi Hari Bebas Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

Sepeda yang selama ini teronggok di gudang, disisi, dibelakang, diluar rumah, bahkan kehujanan dan kepanasan berbulan-bulan mulai dimanfaatkan lagi. Rem, rantai, operan gigi yang berkarat dibersihkan, dan jika tidak berfungsi, maka harus dibawa ke bengkel untuk diperbaiki.

Apa yang terjadi dibengkel sepeda? Lagi-lagi masyarakat memiliki pemikiran yang relatif sama, membawa sepeda yang rusak ke bengkel sepeda untuk diperbaiki. Alhasil, mereka harus rela menunggu berjam-jam untuk mendapat giliran sepedanya diperbaiki. Bagi yang tidak sabar menunggu, bisa menitipkan sepedanya untuk diperbaiki dan diambil dikemudian hari. Namun jangan sampai kecewa, jika pada hari berikutnya ternyata sepedanya belum diperbaiki. Rupanya montir sepeda akan mengutamakan memperbaiki sepeda yang empunya rela menunggu.

Meningkatnya permintaan perbaikan sepeda diikuti meningkatnya permintaan spare part sepeda. Spare part yang sering diganti adalah kawat baik untuk rem maupun operan gigi, ban luar, ban dalam, operan gigi, gear dan sadle. Tingginya permintaan sepeda dan spare part sepertinya kurang diantisipasi produsen sepeda dan spare partnya. Hingga suatu waktu, ban dalam sepeda tidak tersedia dipasaran. Jika ada, harganyapun sangat tinggi. Opsi tambal ban dalam yang sekarang dihindari bengkel sepeda menjadi alternatif, namun mencari bengkel yang mau nambal ban sangat sulit sekali.

Selain spare part, permintaan sepeda bekas juga sangat tinggi. Dibeberapa bengkel sepeda yang biasa menumpuk sepeda bekas, sudah habis terjual. Sepeda bekas yang paling diminati yaitu sepeda lipat.

Permintaan sepeda barupun juga meningkat tajam. Sepeda baru dibeberapa toko sepeda juga ludes di beli masyarakat. Bahkan sebagian toko, memberlakukan pemesanan dulu atau indent.

Itulah gambaran geliat ekonomi sepeda saat ini. Meningkatnya demand terhadap sepeda, semoga diiringi dengan meningkatnya suply sepeda hingga dapat tercipta equilibrium. Harapannya, geliat ekonomi sepeda “menular” ke sektor ekonomi yang lainnya. Meningkatnya sisi suply dan demand semoga dapat terjadi disektor-sektor lainnya hingga mengerem terpuruknya perekonomian.

Harapan lain, pemerintah daerah membuat kebijakan yang pro terhadap pesepeda. Membuat jalur dan tempat parkir khusus pesepeda, membatasi jumlah kendaraan bermotor pribadi, meningkatkan kuantitas dan kualitas transportasi umum, dan secara konsisten menegakkan kebijakan tersebut.

Demikian, semoga harapan masyarakat bisa terwujud.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masjid Agung Sunan Ampel - Surabaya

Warisan dari mbah Kosel

Gowes HUT RI ke 76